Jumat, 07 Januari 2011

Insight yang tidak disengaja

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah diskon gede-gedean sebuah produk kosmetik yang merangkap sebagai distributor produk sejenis lainnya di hotel deket kantor.

Acara cuci gudang ini (walaupun gudangnya gak sampe dicuci beneran) menawarkan potongan harga sampai 80% katanya. Manusia memang selalu gatel kalau ngeliat tulisan berbau "potong-potongan" kayak begitu dan sialnya salah satu teman kantor termakan brosur itu.

Jadilah dia minta ditemenin buat ngeliat acara diskon itu. Awalnya saya menolak untuk ikut. Alasannya ya jelas saya bukan hasil perawatan high maintenance kayak gitu. Saya pernah beli parfum seharga 450 ribu dengan pikiran parfum itu bisa sedikit ngilangin bau asap motor yang nempel (maklum saya ini anaknya motoran) tapi ternyata 450 ribu bisa hilang sekejap mata tersapu tebalnya debu jalanan. Saya jadi berpikir ulang kalau mau beli alat-alat kayak beginian lagi ke depannya.

Walau pada akhirnya saya menerima tawaran teman saya itu tapi saya punya beberapa alasan untuk akhirnya menyetujuinya.

Pertama, saya punya teman lainnya untuk sama-sama pergi ke didiskonan itu. Kenapa saya butuh teman lainnya? Karena teman saya yang ngajak pertama kali itu berorientasi lain. Pergi dengan laki-laki berorientasi berbeda ke acara diskon produk kosmetik merupakan ide yang buruk. Kenapa ide buruk? Jawabannya ada hubungannya dengan alasan kedua.

Alasan kedua, saya berpikiran akan berhadapan dengan wanita-wanita cantik di acara didiskonan itu. Pikiran saya masih dipengaruhi dengan substansi di layar kaca. Substansi kependekan dari iklan kosmetik dengan model super duper cantik di tengah-tengah sinetron. Tentunya saya tidak mau wanita-wanita cantik itu menganggap saya juga memiliki orientasi yang berbeda dari laki-laki pada umumnya.
Tidak sedikit pun saya membayangkan adegan Aaron Johnson di film Kick Ass karena saya tahu itu hanya film. Realita lebih sadis daripada film tersadis mana pun.

Oke cukup dengan alasan. Sekarang saya akan bercerita tentang situasi dan kondisi di dalam ruangan acara didiskonan itu.
Saya dan teman-teman (kami pergi bertiga) datang cukup awal, sekitar jam 10 pagi. Barang-barang bagus masih banyak yang dipajang karena memang pengunjung belum banyak yang datang. Parfum seharga 450 ribu itu juga dijual di sini walau dengan harga yang sedikit mahal.

Sekitar setengah jam saya di dalam dan alasan kedua datang ke sini pun belum jadi kenyataan. Hanya ada wanita paruh baya dan wanita-wanita kumpul arisan yang banyak mengunjungi didiskonan ini. 400-500 ribu pun melayang dengan entengnya dari tiap wanita-wanita itu.

Satu jam di sana saya pun mulai berbicara dengan teman saya yang satunya lagi.
"Ah, ga ada yang cakep-cakep nih", sahutku.
"Iya nih!" jawabnya.
Dan ternyata alasan dia datang ke sini juga sama dengan saya. Entah di nomor-urut berapa dia naro alasan itu.

Akhirnya kami pun berkesimpulan:
Cewek cakep ga butuh kayak begini-beginian buat jadi perhatian orang.
Cewek cakep ga butuh beginian karena pasti ada laki-laki yang akan menyediakan barang-barang seperti ini bahkan dengan harga-harga yang semestinya.
Cewek cakep mempunyai minat kecil untuk datang ke acara didiskonan ini. Palingan mereka juga tahu pas hari-hari terakhir bukan pas pertama kali buka.


Itu insight yang saya dapatkan hari itu.
Bahwa saya masih termakan iklan produk kosmetik itu benar adanya.

*nunduk, ceritanya malu.